Perempuan Hebat di Pamsimas

Best Practise Partisipasi Perempuan Desa Jangkurang, Kabupaten Garut.
Pamsimas telah banyak melahirkan perempuan-perempuan hebat di sejumlah desa lokasi sasarannya. Mereka adalah para pahlawan bagi masyarakat desanya, dalam hal penyediaan sarana air minum. Salah satunya adalah perempuan hebat yang ada di Desa Jangkurang Kec. Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Namanya Ina Marlina. Masyarakat maupun Perangkat Desa sering memanggilnya dengan panggilan “Teh Nina”. Pada pemilihan pengurus Kelompok Masyarakat atau Pokmas Kegiatan Pamsimas 2025 beliau dipilih masyarakat sebagai Koordinator Tim Pelaksana. Ketika nama tersebut muncul sebagai Koordinator Tim Pelaksana sontak Fasilitator Masyarakat Desa Jangkurang menanyakan kembali kesanggupan beliau sebagai Koordinator Tim Pelaksana, mengingat tugasnya yang tidak mudah sebagai Koordinator Tim Pelaksana. Beliau secara mantap menyampaikan sanggup sebagai Koordinator Tim Pelaksana. ”Kanggo masyarakat, abdi mah siaaappp,” demikian jawaban Teh Nina saat ditanya kesiapan dan kesanggupannya sebagai Koordinator Tim Pelaksana.
Benar saja, beliau selalu menjadi motor penggerak di Pokmas Cikahuripan Barokah Desa Jangkurang Kec. Leles Kabupaten Garut. Mulai dari survey mata air, survey jalur pipa, sosialisasi door to door calon Pemanfaat Pamsimas, beliau selalu turut terjun ke masyarakat.
Jiwa sosialnya memang sudah tidak diragukan lagi, hal ini yang disampaikan oleh warga Desa Jangkurang. Semoga kegiatan Pamsimas Di Desa Jangkurang Kec. Leles Kab. Garut bisa berjalan lancar dan menjadi manfaat sebesar-besarnya untuk masyarakat. Sehingga orang-orang yang masih mempunyai jiwa sosial seperti “Teh Nina” terbayarkan kontribusinya dengan kepuasan batin apabila bantuan ini bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
STRATEGI TEPAT UNTUK MENDENGAR SUARA PEREMPUAN
Teh Nina adalah satu perempuan hebat di lokasi sasaran Pamsimas. Sementara banyak perempuan-perempuan di lokasi Pamsimas lainnya yang belum mempunyai kesempatan dan belum dapat terlibat aktif dalam pelaksanaan Kegiatan Pamsimas.
Alasan klasik yang selalu disampaikan sebaga salah satu kendala untuk menghadirkan perempuan pada setiap diskusi adalah minim nya ketersediaan waktu perempuan dimana waktunya banyak digunakan untuk melaksanakan kegiatan domestik di rumah masing-masing. Alasan ini yang sering kali di sampaikan oleh tenaga fasilitator masyarakat saat kondisi yang terjadi adalah partisipasi perempuan yang minimalis pada setiap rembug dan pertemuan diskusi yang dilaksanakan. Dominasi laki-laki banyak terlihat pada pertemuan, yang akhirnya keputusan yang diambilpun adalah keputusan dari “sudut pandang” laki-laki.
Banyak cara, upaya dan strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada setiap pertemuan yang dilaksanakan. Harapannya adalah dengan banyaknya perempuan yang hadir, maka kesempatan perempuan untuk memberikan pendapat dan suara juga semua terbuka.
Strategi Pertama adalah Menghadirkan Perempuan dalam pertemuan. Disejumlah wilayah, perempuan sering tidak hadir di dalam pertemuan karena merasa tidak di undang, mengabaikan atau melupakan undangan pertemuan. Hal ini dikarenakan undangan yang disebarkan tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang harus hadir, hanya ditujukan kepada kepala keluarga yang menurut pandangan umum identik dengan para suami, atau hanya disampaikan secara informal (dari mulut ke mulut) dalam lingkungan laki-laki saja. Permasalahan ini dapat di atasi dengan upaya-upaya Undangan kepada keluarga ditujukan kepada bapak dan ibu, misalnya Kepada Yth : Bapak dan Ibu Abdullah, Kepala keluarga perempuan diberi undangan yang secara jelas menyebutkan namanya, Apabila disampaikan secara informal dapat menggunakan pengeras suara dari mushola, sehingga dapat di dengar langsung oleh kaum perempuan serta undangan disampaikan secara lisan pada waktu pertemuan pengajian, kelompok doa khusus perempuan atau perempuan adat melalui ketua adat.
Strategi kedua adalah menetapkan target jumlah peserta perempuan dan menjadwal pertemuan serta kegiatan mobilisasi. Seringkali jumlah peserta perempuan yang hadir dalam pertemuan hanya sedikit, namun penyelenggara pertemuan sudah merasa puas. Berdasarkan hasil pengalaman, pertemuan-pertemuan yang dilakukan sering kali tidak sesuai dengan waktu luang yang dimiliki perempuan dan laki-laki. Waktu pertemuan hanya disesuaikan dengan kesibukan fasilitator masyarakat. Seringkali fasilitator tidak melakukan pengenalan terlebih dahulu terhadap kegiatan dan aktivitas masyarakat baik perempuan maupun laki-laki dari desa yang akan difasilitasi. Hal penting lainnya dalam penjadwalan pertemuan dan kegiatan mobilisasi adalah dilihat dari karakeristik pekerjaan masyarakat. Masyarakat dengan karakteristik sebagai nelayan (masyarakat nelayan) penjadwalan pertemuan dan kegiatan dapat dilakukan pada saat suami pergi melaut sedangkan untuk laki-laki dilakukan pada saat tidak melaut atau siang hari atau musim barat dimana mereka tidak pergi ke laut. Untuk masyarakat dengan karakteristik perkebunan, sebaiknya dilakukan pada saat tidak sibuk dengan beban kerja untuk perkebunan dan keluarga. Sementara masyarakat persawahan dapat dilakukan tidak pada saat kondisi beban puncak seperti tanam atau panen.
Strategi ketiga adalah Menetapkan Lokasi dan Tempat Pertemuan. Dengan alasan demi kemudahan dalam mobilisasi masyarakat, fasilitator masyarakat seringkali menetapkan lokasi pertemuan di lokasi yang berada di tengah-tengah desa, seperti balai desa atau serambi masjid desa. Untuk pertemuan-pertemuan yang bersifat pleno, yang mengharuskan dihadiri oleh perwakilan setiap dusun, Balai Desa adalah lokasi yang tepat. Namun untuk diskusi-diskusi yang sifatnya kelompok terfokus (FGD), pertemuan sebaiknya dilakukan di masing-masing lokasi FGD. Hal ini bertujuan untuk mendengarkan suara dan pendapat dari masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari balai desa, seperti di perbatasan desa atau terpisah oleh lembah. Metode “jemput bola” atau mendatangi dan melakukan pertemuan di lokasi masyarakat yang dituju adalah strategi yang tepat untuk mendapatkan suara dan pendapat dari masyarakat “terpencil”. Selain lokasi, tempat pertemuan juga sangat mempengaruhi partisipasi perempuan dalam berpendapat. Pertemuan yang dilakukan di lokasi yang tidak biasa di datangi perempuan dapat menghambat perempuan dalam berpartisipasi. Lakukan pertemuan-pertemuan di tempat dimana perempuan biasa berkumpul. Misalnya : balai pertemuan Posyandu, Mushola tempat pengajian yasinan, dan tempat lainnya. Strategi Keempat yaitu Membatasi Lamanya Pertemuan. Perlu diingat bahwa perempuan mempunyai fungsi dalam kegiatan reproduktif, yaitu pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak, mengurus rumah tangga, dan pekerjaan rumah lainnya. Selain itu, tidak sedikit perempuan yang juga mempunyai kegiatan produktif yaitu kegiatan yang mehasilkan uang. Oleh sebab itu dalam melakukan kegiatan pertemuan perlu kiranya kita membatasi waktu pertemuan. Seringkali fasilitator masyarakat memaksakan pertemuan berlangsung secara “marathon” tanpa mempedulikan kondisi peserta pertemuan. Akibatnya informasi yang didapat tidak akan lengkap, karena masyarakat sudah lelah dan tidak peduli lagi dengan isi pertemuan.
Strategi Kelima yaitu Memperhatikan Sosial Budaya Masyarakat Setempat. Untuk Masyarakat yang adatnya sangat kuat dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap laki-laki sehingga mengijinkan perempuan untuk terlibat dalam kegiatan. Misalnya Suku Semendo dimana adatnya sangat kuat, pendekatan dilakukan terhadap “Meraje” supaya memberikan ijin “tugu tubang” (yang biasanya perempuan) untuk bisa terlibat dalam kegiatan. Bahkan dengan cara seperti ini, “tugu tubang” telah memikirkan biaya untuk operasional dan pemeliharaan. Perlu diketahui bahwa dalam Suku Semendo ini ada tiga hal yang sangat penting yaitu: “meraje” biasanya laki-laki yang memberikan semua keputusan. Sedangkan “tugu tubang” adalah perempuan yang menjaga harga dan “besan”. Tugu tubang hanya dapat dilibatkan apabila “meraje” mengijinkan. Untuk Masyarakat sangat patuh terhadap tokoh agama dapat dilakukan dengan strategi memanfaatkan pengaruh ustad sehingga perempuan diijinkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat Banjar atau Serang yang sangat patuh terhadap tuan guru. Pertemuan dilakukan dengan memanfaatkan pengajian/tahlilan. Untuk Masyarakat yang patuh terhadap birokrat dapat dilakukan dengan cara menggunakan kekuasaan birokrat, misalnya Kepala Desa. Oleh sebab itu, undangan pertemuan lebih baik dilakukan oleh birokrat.
Dengan melakukan berbagai strategi, upaya untuk memberdayakan kaum perempuan dapat lebih berkualitas sehingga tetap bisa berkarya dan beraktivitas, termasuk berpartisipasi menyumbangkan pikiran dengan ide dan gagasan serta tenaga dalam pelaksanaan Kegiatan Pamsimas. Harapannya akan banyak muncul “Teh Nina – Teh Nina” lain dari lokasi sasaran Pamsimas lainnya. (Muhammad Kindi Adam, Fasilitator Masyarakat Kegiatan Pamsimas TA 2025 Kab Garut, Jawa Barat & Herry Septiadi, KAP Pamsimas/Oktober 2025).
Bagikan tulisan ini
Ikuti kami di media sosial
Apakah Anda memiliki tulisan berita, artikel, atau cerita menarik terkait Program Pamsimas yang ingin dibagikan kepada masyarakat luas? Anda bisa mengirimkannya melalui email site.pamsimas@gmail.com
Tulisan terkini
October 9, 2025
September 26, 2025
September 22, 2025
September 18, 2025