Jakarta – Tangan kotor dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke makanan dan air yang biasa kita konsumsi, kemudian masuk ke dalam tubuh melalui mulut sehingga dapat menyebabkan sakit atau timbulnya penyakit. Semua kelompok umur memiliki risiko terpapar dan sakit tanpa terkecuali. Merujuk kondisi tersebut, kebersihan tangan dengan mencuci tangan pakai sabun perlu mendapat prioritas yang tinggi. Dengan rendahnya angka kesakitan maka produktivitas terjaga dan terwujudnya kesehatan masyarakat yang berkualitas.

Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sudah dirintis sudah lama. Suatu perilaku yang berkembang dan menjadi budaya atau prosedur tetap di tempat pelayanan kesehatan yang perjalanannya penuh tantangan. Selain nampak tidak penting atau sepele, awalnya perilaku CTPS dianggap tidak memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang.

Adalah Ignaz Phillip Semmelweis, dokter asal Hungaria, kelahiran 1 Juli 1818, yang berjasa di balik sejarah tersebut. Ia kemudian dikenal sebagai pelopor mencuci tangan. Fenomena tingginya kematian ibu setelah melahirkan/nifas pada fasilitas pelayanan kesehatan di Eropa adalah pencetus utama lahirnya perilaku cuci tangan. Semmelweis kemudian berinisiatif menganjurkan para dokter untuk membudayakan cuci tangan. Ia memperkenalkan cara mencuci tangan dengan klorin dan lemon untuk para dokter yang sehabis menangani otopsi. Dari beberapa literasi, langkah ini berhasil menurunkan angka kematian akibat demam nifas dari setinggi-tingginya 18% bagi ibu yang baru pertama kali melahirkan menjadi 1%.

Betapa pentingnya kebiasaan CTPS, sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun kemudian mengumumkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Sedunia atau Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (HCTPSS). Peringatan ini dibuat untuk mengingatkan kita betapa pentingnya mencuci tangan agar tetap aman dan sehat. Hari Cuci Tangan Sedunia pertama kali dirayakan pada Oktober 2008 di Stockholm, Swedia oleh kemitraan Cuci Tangan Global, yang kemudian oleh PBB ditetapkan sebagai Hari Cuci Tangan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 15 Oktober. Untuk tahun 2021 ini, Hari Cuci Tangan Sedunia diperingati dengan tema “Masa Depan di Tangan Kita, Mari Bergerak Bersama”. Tema ini menyerukan tindakan terkoordinasi secara global, untuk secara aktif menerapkan perilaku bersih dan hidup sehat dengan mencuci tangan.

Perilaku CTPS masyarakat di Indonesia memiliki peningkatan, sesuai hasil Riskesdas pada tahun 2007 (23,2%), 2013 (47%) dan 2018 (49,8%). Kemudian dikuatkan dengan hasil survey BPS pada tahun 2019 – 2020 dengan angka proporsi rumah tangga yang memiliki fasilitas cuci tangan pakai sabun dan air mengalir menurut daerah tempat tinggal yaitu meliputi perkotaan dan perdesaan. Angka hasil survey dapat dilihat pada table berikut:

Sejak tahun 2008, Program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) telah mendorong masyarakat dan sekolah untuk mengadopsi kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan berperilaku CTPS. Komitmen kuat tersebut tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI) 14, tentang persentase target masyarakat yang menerapkan program CTPS dan KPI 15, tentang % target sekolah yang mempunyai fasilitas sanitasi yang layak dan menerapkan pola hidup bersih sehat (PHBS). Jadi, sasaran perubahan perilaku meliputi masyarakat dan siswa sekolah.

Bentuk dukungan dalam Program Pamsimas dalam mendorong perubahan perilaku hidup bersih dan sehat adalah berupa opsi pelaksanaan kegiatan di masyarakat dan lingkungan sekolah, sesuai dengan proses hasil pelaksanaan Identifikasi Masalah dan Analisa Situasi (IMAS). Beberapa opsi kegiatan di tingkat masyarakat berupa kegiatan pemicuan, pelatihan PHBS, pelaksanaan promosi kesehatan dan pengadaan media kesehatan serta monitoring hasil kegiatan. Sedangkan opsi kegiatan di lingkungan sekolah dapat berupa pembangunan sarana cuci tangan pakai sabun dan jamban sekolah, Program Pamsimas mendorong perubahan perilaku melalui promosi kesehatan dan simulai CTPS

Hasil Program Pamsimas dalam mendorong perubahan perilaku di tingkat masyarakat sasaran wilayah Pamsimas linier dengan hasil capaian nasional. Capaian KPI 14 Program Pamsimas pada tahun 2019 sebesar 81,40% dan tahun 2020 sebesar 89,65%.

Bentuk upaya mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi CTPS di dalam Program Pamsimas meliputi kegiatan pemicuan, pelatihan PHBS, simulasi CTPS, pelaksanaan promosi kesehatan dan pengadaan media kesehatan serta monitoring hasil kegiatan. Peningkatan perubahan perilaku dengan pendekatan STBM Pilar 2 yaitu menumbuhkan kesadaran pentingnya CTPS dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari (terutama) pada waktu kritis di masyarakat dan sekolah.

Ketika CTPS sudah menjadi budaya maka CTPS menjadi pedoman semua pihak atau golongan serta bagian tidak terpisahkan dan dilakukan berulang dalam kegiatan sehari-hari. Dampak langsungnya adalah akan menurunnya angka kesakitan dan prevalensi penyakit terutama penyakit yang berbasis lingkungan.

Beberapa literasi menyebutkan bahwa pencegahan penyakit berbasis lingkungan yang paling efektif dan efisien adalah melalui adopsi CTPS. Capaian CTPS yang terus meningkat belum dapat menjamin bahwa CTPS dapat segera membudaya. Pada beberapa lokasi Program Pamsimas tantangan sudah nampak nyata. Beberapa tantangan itu meliputi ketersediaan pasokan air ke sarana CTPS, tidak tersedianya sabun, pemeliharaan sarana tidak optimal dan desain sarana yang tidak sesuai dengan standar. Tantangan di atas sesungguhnya dapat segera terjawab bila pemerintah dan mitra pembangunan serta semua pihak mengetahui dan paham peran serta kontribusi yang dapat diberikan dalam wadah kolaborasi. Semoga kita semua tidak menunggu lama dan menjadi bagian sejarah hidupnya budaya CTPS di Indonesia.

Program Pamsimas yang digulirkan sejak 2008 turut menginisiasi dan mensosialisasikan budaya CTPS menemukan konteksnya saat pandemi COVID-19 melanda hampir di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia sejak Maret 2020. Pamsimas seolah telah menyiapkan payung jauh hari sebelum turun “hujan” COVID-19 melanda Indonesia, yang belum tahu kapan akan berakhir. Pandemi COVID-19 hanya ingin menegaskan apa yang dilakukan Pamsimas sudah sangat tepat bahkan berfikir maju/visioner (Ichwanudin-Asisten Tenaga Ahli Kesehatan-NMC Pamsimas/Hartono Karyatin-Media Sp PAMSIMAS).