Mendengar kata inovasi seolah-olah pembahasan ini menyangkut hal-hal yang berbau teknologi. Seakan-akan kita berbicara tentang mesin, energi, listrik, dan sebagainya.  Padahal sesungguhnya makna inovasi  adalah perubahan cara berfikir yang mengandung lompatan-lompatan makna, temuan-temuan yang sifatnya baru, ide dan gagasan-gagasan baru yang bila diterapkan akan memberikan nilai tambah, mendorong tumbuhnya daya saing pada konten tertentu.

Inovasi merupakan proses memikirkan dan mengimplementasikan suatu  gagasan  yang memiliki unsur kebaharuan serta kemanfaatan. Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat inovasi berarti proses memikirkan dan mengimplementasikan suatu kegiatan oleh tenaga pendamping (baca: fasilitator masyarakat) untuk memenuhi kepentingan masyarakat yang memiliki unsur kebaharuan serta kemanfaatan.  Inovasi yang dilakukan tentu tidak keluar dari kerangka kerja tetapi lebih bersifat memperkaya isi dan substansi kegiatan yang dijalankan.

Menurut Mardikanto (Mardikanto dan Soebiato, 2012), sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktik-praktik baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan dan atau diterapkan/dilaksanakan oleh  sebahagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya  perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.

Menurut pengertian ini, kata “baru” yang melekat pada istilah inovasi bukan selalu berarti baru  diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah “lama” dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan  oleh masyarakat di luar sistem  sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu  yang masih “baru”.  Pengertian “baru” juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat (indigenous tecnology)  atau kebiasaan setempat (kearifan lokal) yang sudah lama ditinggalkan.

Dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 03 Tahun 2012 dan Nomor: 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) diuraikan,  inovasi adalah  kegiatan penelitian, pengembangan, penerapan, pengkajian, perekayasaan, dan pengoperasian yang selanjutnya disebut kelitbangan,  bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.  Dalam peraturan ini diisyaratkan terbentuknya SIDa di setiap daerah baik provinsi maupun kabupaten di bawah koordinasi sebuah tim kerja.  Semangat ditetapkannya peraturan bersama menteri ini  adalah terbangunnya kesepahaman lintas sektor mengenai pentingnya didorong upaya tumbuhnya inovasi di setiap daerah. Sistem Inovasi Daerah (SIDa) ialah proses kegiatan secara keseluruhan untuk mengembangkan inovasi yang dilakukan antarinstitusi pemerintah baik itu dari pemerintah daerah, lembaga (litbang, pendidikan, dunia usaha), dan masyarakat.  Dengan penguatan inovasi tersebut merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun perekonomian masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah itu sendiri.

Seorang pelaku pemberdaya yang telah lama bertugas di masyarakat tentu membutuhkan alam yang dapat merangsang  cara berfikirnya guna menemukan hal-hal  yang baru dan bermanfaat untuk kemaslahatan masyarakat. Dukungan alam luar merupakan instrumental input yang sangat bermanfaat dalam merumuskan sebuah kebijakan, misalnya kejadian di lingkungan masyarakat, kebutuhan, masalah dan potensi masyarakat, unsur kampus, aktivis NGO, kelompok masyarakat sipil lainnya, dan seterusnya merupakan faktor potensial yang turut berperan dalam membantu tersusunnya rumusan kebijakan yang baik dan bermanfaat.  Untuk hal seperti ini, hanya dapat terjadi bila seorang pelaku pemberdaya hadir di masyarakat  dan waktunya lebih banyak di masyarakat tetapi tidak menutup diri untuk mencari dan menemukan informasi dari pihak-pihak luar yang dapat memberi manfaat.

Seorang pelaku pemberdaya yang inovatif tentu bukan hanya sekedar memutuskan dan melaksanakan sesuatu kendatipun kurang memberi nilai lebih tetapi yang lebih penting adalah kebaharuannya.  Inovasi itu sendiri sangat erat kaitannya dengan ide ataupun kreativitas.  Dengan ide yang brilian  serta didukung dengan kreativitas yang tinggi maka hasil inovasi yang dihasilkan akan jauh lebih inovatif dan spektakuler.  Ide/gagasan memang merupakan hal utama dalam menciptakan suatu inovasi yang benar-benar baru dan berbeda. Meskipun demikian, ide yang muncul tidak bisa begitu saja langsung bisa diterapkan untuk mewujudkan suatu produk. Ada banyak hal yang harus dilakukan sebelum produk atau hasil ide tersebut berubah menjadi suatu produk inovasi yang bisa langsung dipasarkan. Demi mendukung keberhasilan proses inovasi, seorang inovator memang harus melakukan riset pasar serta berbagai hal yang berkaitan dengan ide inovasi yang akan direalisasikan. Hal ini penting dilakukan untuk menindak lanjuti seberapa besar prospek produk dari hasil inovasi yang akan dikerjakan.

Dari pemahaman di atas dapat dijelaskan bahwa dalam suatu inovasi terdapat 3 (tiga) unsur yang terkandung didalamnya.  Pertama adalah idea tau gagasan, hal ini dapat berupa  metode dan teknik fasilitasi, pendekatan, cara berkomunikasi, dll. Kedua praktek, bagaimana melaksanakan/mengimplementasikan kegiatan fasilitasi/pendampingan di masyarakat. Dan yang ketiga produk (barang atau jasa). Hasil kerja pendampingan yang telah dilaksanakan di masyarakat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Untuk dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi maka ketiga unsur tersebut harus mengandung sifat “baru.”   Sifat baru tersebut tidak mesti dari hasil penelitian yang mutakhir. Namun “baru” disini dinilai dari sudut pandang penilaian individu yang menggunakannya yakni masyarakat sebagai penggunanya.  Kata “baru” dapat bermakna sesuatu yang sama sekali baru didengar, dilihat, dan dirasakan masyarakat sehingga memberikan nuansa lain daripada yang lain.  Karena sifatnya yang baru maka biasanya memberikan sesuatu yang berbeda baik dari segi metode pemanfaatan, efektivitas, dan efisiensi.

Ada sebuah ilustrasi yang diilhami oleh pemikiran Riant Nugroho (2009), bahwa  kegiatan yang dijalankan harus mampu keluar dari kebekuan-kebekuan pilihan. Ia bekerja dalam serba keterbatasan, dan itupun bukan alasan baginya untuk membuat  kesalahan. Ilustrasinya analisanya seperti berikut ini:

Anda melihat sembilan titik  pada satu kotak.  Instruksinya, tariklah empat garis lurus tanpa mengangkat pensil (artinya garis yang menyambung dari satu titik awal ke titik akhir) untuk menghubungkan seluruh titik dalam kotak di atas.  Biasanya hasilnya seperti di bawah ini:

blank

Dengan cara ini, kita perlu satu garis lagi. Padahal kita tidak memerlukan “satu garis” tersebut kalau kita berani “keluar dari kotak”, seperti ini:

blank

“Keluar dari kotak” atau thinking outside the box/thinking out of the box/thinking beyond the box/thinking outside the square, berarti “berani keluar dari asumsi yang ada.”  Kita sendirilah yang menciptakan kotak, dan pada suatu saat, kotak itu bisa pula kita terobos. Analisisnya harus “berani keluar dari kotak”.  Ini berarti bahwa kita harus berani berbuat, berani berfikir kreatif, berani mengambil resiko dari dari sebuah keputusan yang akan diambil. Inovasi lahir dari keberanian untuk mengambil keputusan, dan itu merupakan hal yang baru.  Lahirnya inovasi-inovasi baru dapat memacu tumbuhnya perubahan di masyarakat yang dengan sendirinya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Selain itu, organisasi pelaksana harus mendesain kelembagaan, sistem prosedur dan cara untuk bisa mendorong para fasilitator/pelaku pemberdaya secara fisik terlibat dalam suatu proses inovasi.  Kelompok-kelompok diskusi dibangun untuk membicarakan peningkatan kualitas sebagaimana gugus kendali mutu yang banyak dilakukan perusahaan, merupakan suatu cara lain  untuk mendorong adanya partisipasi ke dalam program program-program inovasi organisasi. Tanpa adanya infrastruktur langsung seperti itu untuk mendorong adanya inovasi, maka komitmen terhadap inovasi, hanyalah tetap merupakan dorongan yang kosong dan tidak bisa menghasilkan suatu inovasi.  Inovasi juga bisa didorong melalui dibangunnya iklim kerja yang kondusif guna mempermudah terciptanya kerjasama antarbagian dan mendiskusikan ide-ide inovasi mereka.  Adanya pemberian anugerah dan penghargaan khusus bagi yang berhasil melakukan inovasi merupakan mekanisme untuk mendorong adanya ‘buy-in’ terhadap proses inovasi, sehingga filosofi dari inovasi, sebagai suatu cara kehidupan organisasi dapat terlaksana. (Muhammad RustamLGS Maluku/HKS)