Probolinggo, Jawa Timur – Desa Ngadisari di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Bromo, Tengger Semeru. Desa ini merupakan penerima program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) tahun 2018 melalui sumber dana utama dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) APBN.

Desa berpenduduk sebesar 1.530 jiwa (511 KK) tersebar di tiga dusun: Dusun Wanasari, Dusun Ngadisari, dan Dusun Cemara Lawang. Sebelum memperoleh program Pamsimas, warga desa kesulitan mendapatkan air minum secara aman karena minimnya prasarana air minum di desa. Tidak mudah bagi warga Desa Ngadisari yang berada di dataran tinggi untuk memperoleh air bersih, terutama warga yang bermukim jauh dari sumber air. Memang sumber air tersebar di beberapa dusun, namun tidak layak secara teknis dan kualitas untuk dikonsumsi. Warga desa mengalirkan air melalui selang plastik dan perpipaan non standar dari beberapa sumber air yang mengalir secara bebas; pipa tersebut pun sudah rusak dan berkarat. Masih banyak warga kesulitan memperoleh air karena jarak antar sumber air cukup jauh.

Sumber air lebih banyak di Dusun Ngadisari, sehingga warga dusun lainnya mengambil air dari dusun tersebut melalui perpipaan seadanya. Pada tahun 1980, Desa Ngadisari pernah dibangun perpipaan distribusi air bersih untuk melayani warga desa, namun saat sebelum Pamsimas kondisinya sudah rusak. Pipa GIP sudah berkarat dan berkerak di dalamnya menyebabkan timbulnya kebocoran dan membuat debit mengecil. Akibatnya air yang mengalir ke warga sangat terbatas dan bahkan tidak mengalir.
Pada awal kegiatan Pamsimas, melalui kegiatan Identifikasi Masalah dan Analisa Situasi (IMAS), Desa Ngadisari teridentifikasi sebanyak 716 jiwa (47%) memperoleh akses air minum yang aman dan layak, dan sisanya sebesar 53% atau sebanyak 814 jiwa (209 KK) tidak memiliki akses terhadap air minum.

Melihat kondisi tersebut dan menggunakan perencanaan berbasis IMAS, maka program Pamsimas membangun Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (SPAMS) berupa perpipaan gravitasi dengan memanfaatkan sumber mata air. Sarana SPAMS terbangun meliputi: Reservoar (kapasitas 18 M3), perpipaan distribusi sepanjang 4392 M, dan sarana cuci tangan di sekolah 2 unit (SDN Ngadisari 1 dan SDN Ngadisari 2).

Sarana air minum perdesaan tersebut dibangun menghabiskan biaya secara keseluruhan Rp 350 Juta. Sumber pembiayaan berasal dari dana BLM APBN sebesar Rp. 245 Juta, APBDes Rp. 35 Juta, ditambah swadaya masyarakat sebesar Rp. 70 Juta terdiri dari tunai Rp 14 Juta dan berupa tenaga kerja dan material lokal (inkind) senilai Rp 56 Juta.

Dalam pelaksanaan kegiatan Pamsimas sejak awal melibatkan warga, mulai dari perencanaan dan pasca konstruksi. Pendekatan Pamsimas yang berbasis masyarakat mengharuskan peran serta warga, termasuk perempuan. Pamsimas sangat mendorong adanya partisipasi perempuan karena menganggap bahwa urusan air minum dan sanitasi lebih banyak dilakukan kelompok perempuan.

Saat pelaksanaan konstruksi, warga tidak terkecuali perempuan, terlibat penuh dalan penggalian dan pemasangan pipa. Pekerjaan ini merupakan bagian dari inkind berupa penyediaan tenaga kerja dan material lokal. Pipa distribusi dan pelayanan sepanjang hampir 4500 M harus dipasang sendiri oleh warga sebagai bagian dari inkind.

Foto-foto di bawah memperlihatkan bahwa perempuan berpartisipasi penuh terlibat dalam konstruksi. Ibu-ibu saling bergantian membawa material bangunan, mulai dari semen, pasir, kayu, dan perpipaan. Sarana air minum perdesaan selesai dikerjakan dalam kurun waktu 3-4 bulan.

Sebagai upaya untuk menjaga sarana agar tetap beroperasi dengan baik, aman dan berkelanjutan, warga desa difasilitasi membentuk lembaga pengelola dengan sebutan Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPAMS) “Tirta Sari Utama” yang dipimpin Sugiyo selaku Koordinator. KPSPAMS mendapat dukungan penuh dari Kades (Kepala Desa) Desa Ngadisari, Sri Wahayu. KPSPAMS dan Kades telah berhasil mendorong masyarakat untuk bergotong royong membangun sarana air minum dan sanitasi pada pelaksanaan konstruksi Pamsimas 2018.

Kades Desa Ngadisari turut membangkitkan semangat warga, termasuk kaum perempuan untuk merasa setara dengan laki-laki dalam haknya sebagai pelaku pembangunan di desa. Kades mendukung penuh perempuan masuk dalam struktur organisasi kepengurusan KKM dan KPSPAMS.

Keberlanjutan sarana air minum dan sanitasi terbangun merupakan tanggung jawab bersama masyarakat di bawah KPSPAMS. Masyarakat sadar bahwa sumber mata air yang digunakan sebagai air baku, serta perpipaaan yang sudah dibangun hingga sambungan rumah harus tetap dijaga dengan baik sesuai dengan umur rencana teknis. Warga sepakat bahwa perlu pengelolaan sarana sehingga dibutuhkan iuran air. Penerapan iuran menggunakan mekanisme progresif, mereka yang menggunakan air lebih banyak akan membayar jauh lebih banyak. Untuk setiap penggunaan air 0 – 10Mᵌ dikenakan biaya Rp 2.000/ Mᵌ, di atas 10Mᵌ dikenakan biaya Rp Rp 5.000/Mᵌ. Hal ini ditujukan agar warga lebih bijaksana dalam penggunaan air. Iuran air selama ini digunakan untuk biaya operasional, pemeliharaan aset sarana sumber mata air, dan pengembangan jaringan.

Hal yang tidak kalah menarik adalah budaya gotong royong telah melekat pada warga Desa Ngadisari yang sebagian besar merupakan keturunan Suku Tengger, suku asli Pegunungan Bromo. Ini merupakan aset potensial yang patut diteladani dan dikembangkan untuk mendorong keberlanjutan pengelolaan sarana air minum dan sanitasi menuju 100% akses (Didik Cahyanto, ST, MT-FS Kab. Probolinggo/Hartono Karyatin-Media Sp PAMSIMAS).