Kepahiang, Bengkulu Dulu perempuan urusannya hanya berkutat di sekitar dapur, sumur dan kasur Dalam program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbaasis Masyarakat (Pamsimas), kaum perempuan diposisikan pada tempat penting, bahkan diwajibkan melibatkan kaum perempuan minimal 40% sebagaimana diatur dalam ketentuan pelaksanaan program Pamsimas.  Kelompok perempuan diberikan penguatan kapasitas untuk mengambil keputusan dan bergerak maju untuk berkiprah dalam keberlanjutan pelayanan kebutuhan sosial dasar akan air minum dan sanitasi bagi masyarakat disekitarnya.

Desa Cirebon Baru Kecamatan Seberang Musi Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu merupakan penerima program Pamsimas tahun 2018.  Desa ini dihuni 267 KK dengan 904 jiwa.  Melalui program Pamsimas dibangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) berupa  sumur bor dilengkapi menara air.  Saat ini sudah terpasang sebanyak 120 sambungan rumah (SR) namun belum dilengkapi dengan meteran air.

Sarana air minum yang dibangun melalui program Pamsimas masih terawat dan berfungsi dengan baik.  Sarana tersebut dikelola oleh masyarakat dengan membentuk Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPAMS).

Nur Aini, perempuan 30 tahun yang akrab disapa Bu Aini, meruapakn salah satu punggawa atau pengurus KPSPAMS.  Sebagai seorang perempuan, ia tidak pantang melakukan pekerjaan menantang dalam melakukan pengelolaan SPAM agar tetap berfungsi dan secara terus menerus memberikan manfaat untuk masyarakat.  Ia tidak segan untuk memanjat bangunan menara air (tower) setiap saat untuk mengecek/mengontrol air, bahkan melakukan pengurasan dan pembersihan bak penampungan pun dilakukannya.

Tidak hanya pekerjaan fisik yang dilakukan, Aini juga rajin mengunjungi rumah warga untuk mengumpulkan iuran air dan melakukan pencatatan/pembukuan setiap iuran yang masuk serta mempertanggungjawabkan setiap penggunaan dana iuran.  Saat ini uang kas yang tersimpan di bendahara sebanyak Rp 800.000.

Ibu rumah tangga  dengan dua orang putri ini tidak segan menegur dan memberikan pemahaman kepada warga masyarakat yang terlambat membayar iuran.   “Jika banyak warga yang terlambat membayar iuran air akan mempengaruhi operasional pelayanan air minum kepada warga yang lainnya, karena pompa dijalankan dengan listrik.  Jika masyarakat banyak yang terlambat membayar iuran, pompa tidak bisa dioperasikan karena tidak cukup uang untuk membeli token listrik,” ungkap Aini sambil mencatat iuran yang diterima dari warga.

Keseriusan Aini untuk menjaga keberfungsian SPAM terbangun ini tentu ada alasannya.  Ia menceritakan, sebelum ada program Pamsimas, selama bertahun-tahun masalah air minum menjadi hal yang sangat meresahkan warga desa.  “Sebagai seorang ibu rumah tangga saya sangat merasakan susahnya mendapat akses air minum, apalagi sungai jauh dari pemukiman.  Sebenarnya Desa Cirebon Baru sudah ada pipa PDAM yang melintasi desa tetapi tidak pernah ada airnya, sehingga kami sangat resah, mau tidak mau kami sangat butuh air untuk hidup,” tuturnya.

Harapan untuk mendapatkan kemudahan akses air minum menjadi semangat bagi Aini untuk ambil bagian dalam setiap proses tahapan kegiatan Pamsimas.  Pada saat pemilihan anggota KPSPAMS Aini terplih sebagai anggota.  Sebagai pengurus KPSPAMS ia tekun mengikuti setiap kegiatan pelatihan, baik pelatihan teknis maupun keuangan dalam pengelolaan SPAM.

Keresahan Aini untuk mendapatkan air minum telah terobati dengan hadirnya SPAM yang dibangun melalui program Pamsimas.  Kini, ia dan warga Desa Cirebon Baru tidak lagi resah memikirkan susahnya mencari air bersih/minum untuk kebutuhan  sehari-hari.  Kesadaran dalam menghemat penggunaan air perlu ditanamkan kepada masyarakat mengingat baru ada satu sumur bor dan satu menara air dengan sebanyak 120 sambungan rumah (SR).  KPSPAMS perlu mewujudkan tambahan 140-an sambungan rumah lagi untuk warga masyarakat lainnya.  Kondisi ini mendorong pengurus KKM dan KPSPAMS Desa Cirebon Baru untuk mengajukan program HID (Hibah Insentif Desa) tahun 2020 untuk menambah satu sumur bor dan satu menara air (lagi).

Ilmu yang diterimanya selama mengikuti pelatihan menjadi bekal bagi Aini untuk menjalankan amanah yang diberikan kepadanya.  Demi air dapat mengalir ke setiap rumah warga, semua pekerjaan yang dapat dilakukan ia kerjakan dengan ringan tangan tanpa menunggu orang lain bergerak.  Aini memiliki prinsip  “Kalau pacak dikerjoi ngapo pulo nunggu orang lain yang ngerjoi,“ katanya, yang maknanya kalau bisa kita kerjakan mengapa harus menunggu yang lain mengerjakan.

Semoga jerih payah Aini dalam potret keberlanjutan pelayanan air minum dapat menjadi inspirasi bagi peremuan lain di pelosok nusantara untuk mau belajar dan mendedikasikan diri sebagai warga yang peduli dan mengambil peran bersama kaum laki-laki dalam membangun negeri melalui penyediaan air minum dan sanitasi demi menjamin akses pelayanan air minum yang berkelanjutan. (Andy Jusita-DC Kepahiang/Endang Sri Rejeki-NMC/Hartono).