Maros, SulselSelaras dengan Visi Misi Kabupaten Maros 2021 – 2025, dalam upaya peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan publik untuk Maros lebih sejahtera,  Bupati Maros HAS Chaidir Syam mengumpulkan SKPD Pemkab Maros.  Dalam pertemuan tersebut, turut dihadirkan pelaksana program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) Kabupaten Maros untuk membahas capaian dan rencana pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat khususnya air bersih (air minum) dan sanitasi di wilayah Kabupaten Maros.

Pertemuan yang dipimpin langsung Bupati Maros, digelar di Ruang Rapat Bupati Maros dan dihadiri jajaran SKPD Kabupaten Maros dan pelaksana program Pamsimas Kabupaten Maros, Selasa (13/07/2021)

Kepala Bappeda Maros M Alwi, MM memaparkan realisasi kegiatan Pamsimas di Kabupaten Maros yang dilaksanakan tahun 2014 – 2020 di 54 Desa/Kelurahan, dengan menghabiskan total anggaran sebesar Rp 16.658.273.700.   Untuk tahun 2021 ini, program Pamsimas kembali dilaksanakan di 5 desa regular dan 1 desa penerima Hibah Insentif Desa (HID) dengan total biaya Rp 1.750.000.000.

Kondisi sarana air minum yang dibangun di 54 desa, lebih lanjut dijelaskan Kepala Bappeda, 48 desa dengan kondisi “Hijau” (sarana berfungsi baik), 5 desa pada posisi “Kuning” (sarana berfungsi sebahagian), dan ada satu desa dimana sarananya tidak berfungsi sama sekali (“Merah”).

Bupati Maros HAS Chaidir Syam mengapresiasi pelaksana program Pamsimas sejak tahun 2014 dalam rangka mendukung penyediaan layanan air bersih dan sanitasi di Kabupaten Maros.

“Tentu ini menjadi tanggungjawab kita semua dalam menjamin keberlanjutan kegiatan sudah terbangun.  Pemerintah Daerah tentu tidak  menutup mata dan siap memberikan stimulan pembiayaan sebagai reward.   Pemberian reward bagi desa yang memiliki kinerja baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar air minum dan sanitasi sebagai salah satu upaya untuk memicu dan mendorong desa lain agar dapat meningkatkan kinerjanya lebih baik,” tegas Bupati Chaidir.

Selanjutnya untuk memacu kinerja pemerintah desa dan mendorong kreatifitas mereka dalam upaya penyediaan air minum dan sanitasi, langkah pertama yang akan dilakukan adalah membentuk Tim  Penilai KPSPAMS.  Bupati juga berkomitmen untuk memfasilitasi dan mendorong penerbitan aturan/minimal Surat Edaran Bupati untuk prioritas program penyediaan layanan air minum dan sanitasi.

Kepada pelaksana program Pamsimas di Kabupaten Maros, HAS Chaidir Syam menyampaikan, apabila dalam pelaksanaan program di lapangan menemukan kendala atau permasalahan agar dapat langsung berkoordinasi dengan OPD terkait. “Kami selaku pemerintah daerah selalu terbuka dan siap untuk melakukan diskusi dengan Tim Pamsimas,” tutur Chaidir.

Sementara  itu, Koordinator Kabupaten (DC) Pamsimas Maros, Widyastuti menyampaikan, salah satu tantangan program pemberdayaan seperti halnya Pamsimas di Kabupaten Maros, masih dijumpai beberapa desa yang enggan menggelontorkan dana APBDes untuk membiayai bidang air minum dan sanitasi.  Dalam hal penerapan iuran untuk menopang operasional dan pemeliharaan serta keberlanjutannya;  dari sarana terbangun di 54 desa tersebut sekitar 19% memiliki potensi keberlanjutan dengan menerapkan iuran di atas cost recovery dan 80% menerapkan iuran di bawahnya atau sama dengan BOP (Biaya Operasional).

“Masyarakat sangat antusias dengan adanya program bantuan penyediaan air minum dan sanitasi seperti Pamsimas, namun stigma negatif sebagian masyarakat terkait dengan program bantuan yang maunya selalu gratis, ini yang menjadi tantangan pada program pemberdayaan seperti Pamsimas,” ujar Widi, sapaan untuk DC Pamsimas Maros.

Sarinah – Tenaga Ahli STBM Pamsimas ROMS 15 Sulsel, yang turut hadir dalam kegiatan menyampaikan paparan capaian akses sanitasi di Kabupaten Maros.  Akses sanitasi di Kabupaten Maros berada pada posisi  ‘’buncit’’ dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, dengan capaian Desa ODF (Open Defecation Free atau bebas buang air besar sembarangan) baru mencapai 50% dari total 115 desa.

Untuk itu, diperlukan strategi percepatan ODF Kabupaten dengan beberapa dukungan yang diperlukan, antara lain adanya regulasi yang mendukung, dibutuhkan fasilitator STBM, dukungan anggaran (dana desa merupakan penganggaran paling strategis untuk percepatan ODF), dan update data secara rutin oleh sanitarian, serta adanya sinergi program di kabupaten seperti program Kabupaten Kota Sehat.

Disampaikan pula oleh Sarinah,  diperlukan sinergi dan koordinasi yang baik antara camat, kepala puskesmas dan kepala desa dengan membentuk Tim STBM (Gerakan Percepatan ODF Desa)  di tingkat Kecamatan dan Desa.  Hal ini perlu segera dilakukan sebagai langkah strategis dalam mempercepat tercapainya akses sanitasi 100% di desa maupun di tingkat kecamatan. (Alaudin Latief-LGS Sulsel/ Hartono).