Sleman, Yogyakarta – Setiap orang berpotensi dan memiliki risiko untuk menjadi difabel, baik pada diri kita maupun pada orang-orang terdekat kita. Karenanya perlu ditanamkan rasa empati, kepedulian dan pemahaman tentang difabel kepada setiap orang melalui kegiatan sosialisasi maupun pelatihan.

Kabupaten Sleman di Yogyakarta, salah satu Kabupaten percontohan dalam mewujudkan desain universal sapras Pamsimas yang ramah bagi difabel, menyelenggarakan pelatihan bagi kader bagaimana cara melakukan pendampingan terhadap penyandang disabilitas, di aula Balai Desa Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Senin (22/07).

Pelatihan diikuti 103 peserta dari 11 desa lokasi program Pamsimas tahun 2019.  Perwakilan desa yang hadir berasal dari aparat desa, KKM, Satlak, dan kader kesehatan masyarakat. Sebagai narasumber diambil dari berbagai dinas terkait dan menggandeng narasumber sekaligus pelaku disabilitas.

Pelatihan dibuka secra resmi Ketua DPMU Pamsimas Kabupaten Sleman, Sunarto, ST MT. Dalam sambutan ia mengingatkan prestasi yang diraih Kabupaten Slemen pada tahun 2017 sebagai saah satu kabupaten yang telah membangun sarpras Pamsimas yang ramah bagi penyandang disabilitas. Karenanya ia berharap prestasi tersebut dapat diulang pada pelaksanaan Pamsimas tahun 2019.

Nur Widhianto, S.E, M.PS, M.Eng, Kepala Sub-Bagian Administrasi Pembangunan Sesda Kabupaten Sleman mewakili unsur POKJA AMPL menyampaikan kebijakan pemerintah terhadap program yang ramah penyandang disabilitas. Pelaksanaan percepatan penyediaan air minum dan sanitasi permukiman di Kabupaten Sleman dilakukan dengan mewujudkan kesetaraan dalam upaya pemenuhan hak asasi manusia di semua bidang untuk seluruh komponen masyarakat, termasuk bagi penyandang disabilitas.

“Karena itu, pelaksanaan program harus memperhatikan kelompok rentan yaitu anak, anak dan perempuan korban kekerasan, disabilitas, lansia, ibu hamil dan menyusui, kepala keluarga perempuan, keluarga miskin serta ibu dan anak di daerah rawan bencana,” tambah Nur Widhianto.

Ia menekankan, POKJA AMPL memiliki peran secara aktif dalam perencanaan penganggaran, pelaksanaan, advokasi, monitoring dan evaluasi penyediaan dan pembangunan air minum dan sanitasi yang dapat diakses bagi semua orang termasuk kaum difabel. “Upaya yang sudah dilakukan untuk mendukung kesetaraan adalah penganggaran dan perencanaan yang responsif gender, kesetaraan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat,” imbuh Nur Widhianto.

Sejalan visi Kabupaten Cerdas pada Tahun 2021, Pemerintah Kabupaten hendak mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, mandiri, berbudaya, dan terintegrasinya sistem e-government smart regency. Salah satunya diwujudkan dengan memantapkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya alam, penataan ruang, lingkungan hidup dan kenyamanan, dengan strategi percepatan pengelolaan air minum, pengelolaan air limbah, persampahan dan lingkungan hidup.

Drs.Junaidi, M,Si, Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Sleman menyampaikan kesiapan kelembagaan untuk mendukung program seperti lembaga PPDI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia). PPDI adalah payung bagi organisasi sosial penyandang disabilitas, organisasi sosial disabilitas dan organisasi kemasyarakatan penyandang disabilitas. PPDI merupakan wadah perjuangan, koordinasi, konsultasi, advokasi dan sosialisasi disabilitas di tingkat nasional dan internasional.

Haryadi Widodo, ST, Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman dari Dinas PUKP Kabupaten Sleman menjelaskan tentang prinsip-prinsip desain universal dan standar teknis air minum dan sarana umum yang inklusif disabilitas. Disabilitas rentan dan berpotensi terjadi pada semua orang, karenanya aksesibilitas merupakan kebutuhan umum. Agar aktifitas penyandang disabilitas tidak terhambat, dibutuhkan fasilitas umum yang mudah diakses.

“Fasilitas yang aksesibilitas harus memperhatikan asas keselamatan bagi setiap orang; kemudahan yaitu mudah diakses oleh siapapun; kegunaan bagi semua orang; dan asas kemandirian yaitu setiap orang dapat mencapai, masuk dan menggunakan fasilitas umum yang tersedia tanpa bantuan orang lain,” tambah Haryadi Widodo.

Ada tujuh prinsip desain universal yaitu: penggunaan yang adil, penggunaan yang fleksibel, sederhana dan spontan, informasi yang dapat dipahami, toleransi terhadap kesalahan, usaha fisik yang rendah, ukuran dan ruang untuk pendekatan dan penggunaan.

“Kursi roda bisa masuk dan ada hand rel-nya. Handel harus ada kaitnya, wastafel untuk cuci tangan harus ada ruangan untuk parkir, mengunci kursi roda dan rendah untuk cuci tangan, ada tempat untuk manuver. Sebetulnya, dalam kehidupan sehari hari kita bisa berbuat banyak untuk disabilitas, misal pegangan pintu berpengait namun dilengkung agar tidak menusuk dan membahayakan,” tambah Haryadi Widodo.

Kuni Fatonah, aktifis disabilitas Kabupaten Sleman yang tergabung kamunitas SIGAB menyampaikan materi tentang difabel serta tentang aksesibilitas bagi semua. Dalam paparan beliau menyampaikan, difabel bukan kecacatan, hanya masalah berbeda kemampuan. Semua orang pernah menjadi anak-anak, berkembang menjadi muda, dewasa dan baik hati, namun tidak menutup kemungkinan mengalami hambatan sementara (terkilir, sakit, hamil, dan lain sebagainya), ataupun mengalami hambatan tetap akibat kecelakaan ataupun bawaan lahir. Demikian juga jika diberikan umur panjang akan menjadi tua. Semuanya memiliki perbedaan kemampuan masing-masing.

Menurut Susi, salah seorang peserta yang merupakan kader kesehatan dari Desa Donokerto menilai pelatihan yang diikutinya sangat penting dan menarik, karena dirinya dan pserta lainnya akan menuju usia tua. (Endarwati-KKM Donoharjo/Rini Yuliyasning-DC Pamsimas Sleman/Hartono Karyatin-Adv & Media Sp PAMSIMAS)