Jakarta – Untuk mewujudkan Universal Access (100%) di sektor air minum sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN Indonesia (2015-2019) setidaknya dibutuhkan dana Rp 253,8 T. Pemerintah melalui APBN hanya mampu menyediakan dana 20% nya atau sebesar Rp 52 T, sisanya yang 80% atau Rp 201,8 T diusahakan melalui pembiayaan non-APBN.

Sumber pembiayaan dari lembaga keuangan atau lembaga keuangan mikro menjadi salah satu solusi. Untuk itu Water.org bersama Kementerian PUPR, Kemenkes, Bappenas, OJK, Jejaring AMPL, Danone-Aqua, dan sejumlah lembaga keuangan digital berbasis financial technology (fintech), menggelar Diskusi Inovasi Pembiayaan Air Minum dan Sanitasi (PAMDS) – Water Credit di Jakarta, Kamis (30/01)

Air minum dan sanitasi merupakan kebutuhan penting, sehingga menjadi peluang menarik untuk bisnis. ”Air minum dan sanitasi itu kebutuhan dasar manusia dan akan terus berkelanjutan,” ujar Analis Eksekutif Senior Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Roberto Akyuwen yang menjadi salah satu pembicara di acara tersebut.

Salah satu solusi yang diusulkan ialah melalui kredit mikro yang berasal dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. ”Jadi, jelas sektor ini sangat potensial untuk menjadi tujuan pembiayaan lewat kredit mikro,” tambah Akyuwen.

Roberto Akyuwen mengatakan bahwa sektor air bersih dan sanitasi sangat potensial untuk dibiayai Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) salah satunya melalui kredit mikro. ”Selain BPD dan BPR, air minum dan sanitasi juga berpeluang besar untuk menjadi tujuan investasi dari lembaga keuangan dan pihak-pihak lainnya,” katanya.

Sementara itu Don Johnston, Direktur Operasional Water.org Indonesia, selaku inisiator dalam perhelatan ini mengatakan, permasalah air minum dan sanitasi di Indonesia salah satunya dipicu oleh ketidakmampuan masyarakat dalam membangun sumber air bersih karena tidak ada uang. Menurutnya, kunci akses air bersih adalah akses terhadap jasa lembaga keuangan. “Kalau mereka mampu (punya uang), mereka akan mengatasi masalah itu sendiri,” ujarnya.

Untuk meningkakan akses terhadap air minum dan sanitasi dan khususnya bagi masyarakat perdesaan, Water.org menjalin kerjasama dengan menandatangani MoU dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam hal ini Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada 4 Agustus 2017, yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama setahun kemudian.

Sebagaimana diutarakan Fajar Eko Antono dari Direktorat Pengembangan SPAM Kementerian PUPR, kerjasama dengan Water.org dilakukan dengan sejumlah Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPAMS) yang tersebar di pulau Jawa sebagai pilot project. KPSPAMS merupakan lembaga bentukan masyarakat untuk mengelola sarana air minum yang dibangun melalui program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS).

Fajar Eko Antono yang juga merupakan Ketua CPMU Program PAMSIMAS menambahkan, terdapat 900 KPSPAMS (dari target 3.000 KPSPAMS) yang tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat yang menjadi target untuk mendapatkan akses kredit dari sejumlah lembaga keuangan mikro dengan dampingan dari Water.org.

“Tugas kami mendampingi lembaga keuangan untuk mengembangkan grade product, survey, hingga pelatihan staf. Namun untuk financing itu fungsi mereka, termasuk perkreditan,” tutur Rachmad Hidayat, Chief Representatif Water.org Indonesia.

Dampak dari kerjasama tersebut, saat ini sudah ada sekitar 239 KPSPAMS yang mendapatkan kredit air dari sejumlah lembaga keuangan mikro. Total kredit yang disalurkan hingga akhir tahun 2019 mencapai Rp 8,3 M dengan menghasilkan tambahan sambungan rumah (SR) sebanyak 21.694 SR.

Sejumlah startup lembaga keuangan digital (fintech) memiliki fokus perhatian pada masalah air bersih dan sanitasi. Setidaknya ada tiga startup yang bersedia mendukung program tersebut, mereka adalah Amartha (bergerak di bidang fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan segmen ibu-ibu rumah tangga), Jamban (layanan toilet berbasis aplikasi), dan Gandeng Tangan (fintech P2P lending untuk pendanaan usaha mikro).

Ketiga startup tersebut hadir dalam acara diskusi dan menceritakan pengalamannya. Merespons ajakan kerja sama Water.org, Amarta mengaku terbuka dengan berbagai macam kolaborasi. Amartha sendiri memiliki program unggulan ‘Desa Sejahtera Amartha’, salah satunya di Cirebon, dengan memberdayakan perempuan membangun sarana sanitasi untuk limbah komunal.

Jamban menjalankan programnya dengan pendekatan desa wisata untuk menyediakan toilet bagi para pengunjung tempat wisata. Contoh di objek wisata Tamansari Yogyakarta. Startup ini memperbaiki sarana toilet yang sudah ada namun tidak layak digunakan.

Sementara Gandeng Tangan, salah satu program yang dijalankan adalah mengantarkan air di sekitar Labuan Bajo salah satu objek wisata yang saat ini mendunia.

Semoga melalui diskusi ini akan lebih banyak lagi lembaga penyedia jasa keuangan yang memahami potensi pembiayaan di sektor air minum dan sanitasi, sehingga menjadi salah satu terobosan dan menjadi solusi pendanaan air minum dan sanitasi.(Hartono Karyatin-Media Sp PAMSIMAS).