Gresik, Jatim – Berdasarkan data STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Kementerian Kesehatan (www.STBM.Kemkes.go.id) dan pembelajaran lapangan, untuk mencapai status Open Defecation Free (ODF) atau Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di sebuah komunitas (RT, dusun, desa, dan seterusnya) selalu diawali dengan proses pemicuan STBM, atau dulu diawal dikenal dengan pemicuan CLTS (Community Led Total Sanitation).

Suatu komunitas dinyatakan ODF bila: (i) Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban, (ii) Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar, (iii) Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di sembrang tempat, (iv) Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat, dan (v) Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai sanitasi total. (Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang STBM).

Proses ini dilakukan melalui fasilitasi sanitarian puskesmas, kader kesehatan desa, dinas kesehatan kabupaten, lembaga non pemerintah, program lain dan sebagainya, bersama dengan masyarakat untuk melakukan analisa situasi, spesifik kebiasaan buang air besarnya (pilar-1 STBM) dan perilaku terkait sanitasi lainnya. Lima Pilar STBM terdiri dari: 1 . Stop perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan), 2. Adopsi perilaku CTPS, 3. Pengamanan air minum dan makanan rumah tangga, 4. Pengelolaan sampah rumah tangga, 5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga.

Tujuannya, ketika sudah diketahui kondisinya apabila masih ditemukan anggota masyarakat yang masih melakukan kebiasaan buang air besar sembarangan, dengan menyentil/menimbulkan rasa jijik, takut sakit, rasa bersalah, rasa malu, takut dosa, privasi dan sebagainya, masyarakat diajak untuk berubah perilaku.

Pemicuan, tidak menyuruh orang untuk membangun sarana (jamban); pemicuan dilakukan untuk mengajak masyarakat yang semula BABS, menjadi BAB di jamban sehat, meskipun kemudian masih harus numpang, sharing atau membangun sarana sederhana yang relatif modalnya minim (jamban sehat semi permanen/JSSP).

Bisa juga dikatakan, pemicuan dimaksudkan menyiapkan masyarakat untuk tahu dan sadar betapa pentingnya menggunakan jamban sehat sebagai suatu kebutuhan. Masyarakat tahu bagaimana seharusnya berperilaku dalam kaitan akses terhadap sarana sanitasi atau jamban sehat. Harapannya, ketika ada pihak lain yang mempunyai anggaran pembangunan sarana, masyarakat menjadi tahu bagaimana seharusnya memperlakukan sarana atau jamban sehat tersebut.

Tujuan besar yang ingin diciptakan melalui proses perubahan perilaku adalah pencegahan penyebaran penyakit menular yang berbasis lingkungan, masyarakat menjadi lebih sehat dan produktivitas akan lebih meningkat.

Akses sanitasi di Provinsi Jawa Timur saat ini mencapai 92,78%, dan 5.162 desa dinyatakan ODF (www.stbm.kemkes.go.id, 24 September 2020).

Sampai dengan tahun 2019 sudah ada 11 Kabupaten/Kota ODF di Provinsi Jawa Timur, dengan rincian: Kab Pacitan, Ngawi, Magetan dan Kota Madiun (tahun 2014), Kab Lamongan (2017), dan Kab Pamekasan (2018), serta yang terakhir Kota Malang, Kota Kediri, Kota Batu, Kab Banyuwangi, dan Kab Trenggalek (2019).

Berdasarkan data website stbm kemenkes di tahun 2020 ada 4 kabupaten yang akses sanitasinya 100%, yaitu Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kab Blitar, dan Kab Gresik. Dari 15 kabupaten/kota yang sudah mencapai status ODF tersebut, 8 kabupaten diantaranya merupakan lokasi program Pamsimas. Khusus untuk Kab Blitar dan Gresik yang baru saja mencapai status ODF, ada potensi penambahan untuk KPI 2 dan 13 di SIM Pamsimas, karena untuk Kab Blitar ada penambahan akses baru kurang lebih 8.659 KK dan Kab Gresik ada penambahan sekitar 2.102 KK.

Merujuk hal tersebut, sekaligus merespon surat permintaan verifikasi ODF yang dikirimkan oleh Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dalah hal ini Dinas Kesehatan melalui Tim Verifikasi STBM Provinsi Jawa Timur, terdiri dari unsur Dinkes Prov, Organisasi profesi HAKLI, APPSANI, Tenaga ahli STBM Pamsimas Jawa Timur, NGO (Wahana Visi Indonesia dan USAID IUWASH) dan kabupaten yang berdekatan dengan kabupaten/kota yang akan diverifikasi; melakukan serangkaian kegiatan antara lain verifikasi dokumen dan sampling lokasi, serta melakukan verifikasi lapangan. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses perubahan perilaku terjadi di masyarakat dan tidak ada lagi anggota masyarakat yang melakukan praktek BAB sembarangan.

Kegiatan verifikasi dilakukan selama 1-2 hari dengan metode sampling kecamatan dan desa yang mewakili kriteria tertentu (daerah padat penduduk, daerah aliran sungai, pegunungan, daerah sulit air, perbatasan dll). Setelah proses verifikasi dilakukan, apabila tidak ditemukan masyarakat yang masih BABS, akan diterbitkan berita acara verifikasi ODF yang ditanda tangani oleh seluruh anggota Tim Verifikasi  dan penyerahan sertifikat ODF Kabupaten/Kota yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dengan diterbitkannya Berita Acara dan penyerahan sertifikat ODF tersebut, Kabupaten/Kota tersebut dinyatakan sebagai Kabupaten/Kota ODF. Adapun Kabupaten yang telah melakukan proses verifikasi ODF dan dinyatakan lolos sebagai Kabupaten ODF di tahun 2020 adalah: Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kab. Blitar, dan Kab. Gresik.

Capaian ini merupakan prestasi bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur beserta jajarannya dan mitranya termasuk pengelola Program Pamsimas, yang tetap konsisten untuk mewujudkan Jawa Timur bersih dan sehat di tengah situasi pandemi COVID-19. (Pracihno Kurniawan-TA STBM Jatim/ Hartono).