Mamberamo Tengah, Papua – Buruknya sanitasi dan minimnya akses air bersih di Papua menjadi permasalahan yang cukup meresahkan. Kaum perempuan menjadi kelompok yang berkepentingan dalam hal sanitasi dan air bersih karena mereka yang paling dekat dengan dua hal tersebut,baik sebagai pengguna maupun penerima manfaat.

Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), menyadari pentingnya keterlibatan perempuan secara aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan program di tingkat masyarakat. Keterlibatan perempuan ini dianggap penting karena yang paling merasakan dampak dari kesulitan memperoleh air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah penduduk miskin terutama kaum perempuan. Perempuan, tidak peduli bagaimana keadaannya, mereka harus tetap berjuang meskipun sulit memperoleh air.  Perempuan sering menjadi pihak yang harus memastikan kebutuhan air rumah tangganya terpenuhi. Kondisi ini memposisikan perempuan sebagai pihak yang paling menyadari dampak buruk kualitas dan kuantitas air bagi keluarga.

Perempuan pada program Pamsimas ditempatkan sama dengan anggota masyarakat lainnya serta memiliki kesempatan sama sebagai pelaksana kegiatan, keterlibatan perempuan dalam setiap kegiatan Pamsimas minimal 40%. Unsur pemberdayaan dalam program Pamsimas  memberikan celah pada kaum perempuan untuk tetap bisa berkarya dan berkreatifitas. Perempuan juga bisa memberikan sumbangsih berupa ide dan tenaga untuk pelaksanaan program Pamsimas di desa

Hal ini ditunjukan dengan keterlibatan perempuan dalam membangun sarana air minum dan sanitasi di desa Yagabur Kecamatan Kelila Kebupaten Mamberamo Tengah. Desa ini merupakan penerima dana Hibah Insentif Desa (HID) tahun anggaran 2020.

Berdasarkan pantauan Fasilitator Masyarakat (FM) pada Sabtu (15/08), para perempuan di desa ini begitu antusias terlibat dalam pembangunan sarana air minum dan sanitasi. Kontribusi perempuan ditunjukkan dengan menyumbangkan tenaga mereka untuk mengumpulkan dan mengangkut material lokal berupa pasir dan batu kali.

Untuk mengumpulkan material lokal tersebut, para perempuan desa Yagabur harus berjalan sejauh satu kilo meter ke sungai di balik lembah.  Perjalanan yang ditempuh cukup curam dan terjal, mereka harus melewati hutan, dan jalan yang berliku. Mereka berangkat, ketika hari masih subuh ke sungai dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.  Para perempuan di desa ini sudah terlatih menempuh jalan terjal tersebut, namun untuk pendatang waktu yang dibutuhkan kurang lebih satu jam  sambil berjalan kaki dan membawa karung plastik serta ‘noken.’ Namun hal tersebut tidak menurunkan semangat para perempuan untuk mendapatkan air bersih di desa mereka.

‘’Noken“ adalah tas tradisional masyarakat Papua yang terbuat dari serat kulit kayu dan sangat elastis serta kuat, sehingga barang-barang yang berat akan mampu masuk ke dalamnya.  Para perempuan mengangkut pasir dan batu-batu sungai yang beratnya sekitar 50 kilogram.  Noken yang dipakai untuk mengangkut material lokal ukurannya besar, karena kapasitasnya untuk mengangkut bahan yang berat dan besar, uniknya mereka menggangkutnya dengan memakai dahi yang sudah diberi pakaian atau kain agar tidak mudah lecet saat tergesek. Noken kemudian dikalungkan ke arah belakang punggung mereka.

Kelompok Keswadayaan Masyarakat (KKM) dalam hal ini Satlak Pamsimas, mengatur kelompok perempuan ini terkait penyediaan material lokal tersebut.  Setiap perempuan di desa mengumpulkan pasir dan batu kali kemudian mengisinya di dalam karung plastik dan mengangkut material tersebut dengan Noken adalah bukti kekuatan para perempuan desa Yagabur dalam membangun sarana air bersih dan sanitasi di desa mereka.

Desa Yagabur sebelumnya sudah pernah mendapatkan dana Pamsimas reguler tahun anggaran 2017.  Sarana air minum yang dibangun adalah 3 unit kran umum, 4 unit sambungan rumah, perpipaan 985 meter, reservoir 1 unit dan penangkap mata air 1 unit.  Karena keberfungsian sarana pasca kontruksi dapat dikelola dengan baik serta Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPAMS) dinilai aktif, maka pada tahun 2020, desa ini kembali mendapatkan dana Hibah Insentif Desa (HID) sebesar Rp 245 juta  bersumber dari APBN.  Dana tersebut digunakan untuk pembangunan sarana air minum serta sarana cuci tangan pakai sabut (CTPS) di masyarakat dan kegiatan pelatihan KPSPAMS.

Keterlibatan perempuan dalam pembangunan sarana ini, kiranya tetap dipertahankan terutama dalam kegiatan pasca kontruksi dengan terus melibatkan perempuan dalam kelembagaan KPSPAMS dan pengelolaan sanara terbangun. (Dorkas A Koebanu- TA STBM Papua/Hartono)